Tebang Pilih Hukum, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh

Tebang Pilih Hukum, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh

Hukum seharusnya menjadi pagar keadilan yang tegak lurus, tanpa pandang bulu. Namun di Indonesia, realitas sering berbicara lain. Fenomena tebang pilih hukum masih menjadi luka lama yang terus berdarah, seolah menjadi warisan yang sulit dihapus dari wajah penegakan hukum di negeri ini.

Ketika Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas

Ungkapan klasik “tajam ke bawah, tumpul ke atas” bukan sekadar pepatah sinis. Nyatanya, rakyat kecil sering kali dihukum berat atas pelanggaran ringan, sementara pejabat, pengusaha, atau pihak berkuasa bisa dengan mudah lolos dari jerat hukum meski melakukan kejahatan yang merugikan publik secara masif.

Kita bisa melihat bagaimana kasus korupsi yang merugikan triliunan rupiah kerap berujung pada vonis ringan, bahkan kadang diwarnai remisi dan fasilitas mewah di penjara. Sebaliknya, seorang ibu yang mencuri makanan karena lapar, atau rakyat yang tersandung kasus sepele, harus menerima hukuman tanpa kompromi.

Penyebab Utama Tebang Pilih Hukum

  • Intervensi Kekuasaan – Penegakan hukum sering kali tidak steril dari campur tangan politik.
  • Korupsi dalam Aparat Hukum – Suap, gratifikasi, hingga permainan uang menodai institusi hukum.
  • Lemahnya Pengawasan Publik – Masyarakat sering pasif atau cepat melupakan kasus besar.
  • Budaya Feodalisme – Tradisi menghormati jabatan secara berlebihan membuat aparat hukum sungkan menindak tegas.

Dampak bagi Bangsa

Tebang pilih hukum tidak sekadar melukai korban yang dirugikan, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap negara. Ketika hukum tidak lagi dipercaya, masyarakat bisa memilih jalan pintas: dari apatisme politik, aksi main hakim sendiri, hingga menormalisasi praktik kecurangan.

Dalam jangka panjang, kondisi ini berbahaya bagi demokrasi dan pembangunan bangsa. Bagaimana mungkin Indonesia bisa menjadi negara maju bila pondasi hukumnya keropos?

Jalan Pembenahan

  • Reformasi Aparat Hukum: Transparansi, integritas, dan pengawasan ketat.
  • Penguatan Civil Society: Media, masyarakat, dan lembaga independen harus terus mengawal.
  • Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu: Pemimpin negara wajib memberi contoh nyata.
  • Digitalisasi Sistem Hukum: Proses hukum lebih transparan dan sulit dimanipulasi.

Tebang pilih hukum adalah cermin buram wajah keadilan di Indonesia. Selama hukum masih bisa diperjualbelikan, keadilan hanyalah mimpi di atas kertas. Saatnya negara benar-benar membuktikan bahwa hukum adalah panglima, bukan alat kepentingan.

Keadilan sejati tidak boleh mengenal jabatan, status, atau kekuasaan. Tanpa itu, Indonesia akan terus terjebak dalam lingkaran ketidakpercayaan, dan hukum hanya akan menjadi sandiwara di panggung politik.

Posting Komentar untuk "Tebang Pilih Hukum, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh"