Cara Beracara di Pengadilan Agama

Pengadilan Agama merupakan salah satu lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung yang berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara bagi orang-orang yang beragama Islam, khususnya dalam bidang hukum keluarga, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, serta ekonomi syariah. Bagi masyarakat Muslim yang hendak menyelesaikan sengketa di Pengadilan Agama, penting untuk memahami tata cara beracara agar proses hukum berjalan tertib, lancar, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengajuan Gugatan atau Permohonan

Langkah pertama dalam beracara di Pengadilan Agama adalah mengajukan gugatan atau permohonan.

  1. Gugatan diajukan jika terdapat pihak lawan, misalnya perkara perceraian, waris, atau sengketa harta bersama.
  2. Permohonan diajukan jika tidak ada pihak lawan, seperti permohonan itsbat nikah atau pengesahan wali adhal.

Penggugat atau pemohon harus menyiapkan surat gugatan/permohonan secara tertulis yang berisi identitas para pihak, posita (uraian duduk perkara), dan petitum (tuntutan yang diminta).

Pendaftaran Perkara

Surat gugatan atau permohonan didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama yang berwenang, sesuai dengan domisili tergugat atau ketentuan hukum acara. Pada tahap ini, penggugat/pemohon juga membayar biaya perkara yang meliputi biaya administrasi dan biaya pemanggilan sidang.

Penunjukan Majelis Hakim dan Penetapan Jadwal Sidang

Setelah perkara didaftarkan, Ketua Pengadilan Agama akan menunjuk majelis hakim yang terdiri dari tiga orang (satu ketua dan dua anggota), serta panitera pengganti. Majelis kemudian menetapkan hari sidang pertama. Para pihak akan dipanggil secara resmi oleh juru sita/juru sita pengganti.

Persidangan

Proses persidangan di Pengadilan Agama memiliki beberapa tahapan:

  1. Mediasi: Wajib dilakukan pada perkara perdata, terutama perceraian. Jika tercapai kesepakatan, perkara selesai dengan akta perdamaian.
  2. Pembacaan Gugatan/Permohonan: Penggugat/pemohon membacakan isi gugatannya.
  3. Jawaban Tergugat/Termohon: Pihak lawan menyampaikan jawaban, bisa berupa eksepsi, pokok perkara, atau rekonvensi (gugatan balik).
  4. Replik dan Duplik: Pertukaran tanggapan antara penggugat dan tergugat.
  5. Pembuktian: Para pihak menghadirkan bukti surat, saksi, ahli, maupun bukti elektronik sesuai ketentuan hukum acara.
  6. Kesimpulan: Para pihak memberikan ringkasan akhir mengenai dalil dan bukti.
  7. Putusan: Majelis hakim membacakan putusan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali perkara perceraian yang bersifat tertutup.

Upaya Hukum

Apabila salah satu pihak tidak puas dengan putusan Pengadilan Agama tingkat pertama, ia dapat mengajukan upaya hukum:

  1. Banding ke Pengadilan Tinggi Agama.
  2. Kasasi ke Mahkamah Agung.
  3. Peninjauan Kembali (PK) apabila terdapat keadaan baru (novum) atau alasan hukum tertentu.

Eksekusi

Jika putusan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama untuk menjalankan isi putusan, misalnya pembagian harta waris atau penyerahan nafkah anak.

Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.
  2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
  3. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) atau RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten) sebagai hukum acara perdata yang berlaku secara umum.
  4. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
  5. Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991) sebagai pedoman materi hukum dalam perkara tertentu di Pengadilan Agama.

Posting Komentar untuk "Cara Beracara di Pengadilan Agama"