Bedah Kasus Kekerasan Seksual Dosen UIN Saifuddin Zuhri (Saizu) Puwokerto

Bedah Kasus Kekerasan Seksual Dosen UIN Saifuddin Zuhri (Saizu) Puwokerto

Kronologi

Di balik hierarki akademik, sering kali tersembunyi bahaya relasi kuasa yang rentan disalahgunakan. Kekerasan seksual bukan semata persoalan hasrat, melainkan penyalahgunaan otoritas.

Seorang dosen UIN Saifuddin Zuhri (Saizu) Purwokerto dilaporkan oleh mantan mahasiswinya atas dugaan kekerasan seksual yang terjadi sejak Januari hingga September 2024, dengan lokasi kejadian di rumah pelaku hingga area kampus. Korban baru berani membuat laporan resmi pada November 2024 dengan pendampingan kuasa hukum.

Pihak kampus menugaskan Satgas PPKS melakukan penyelidikan internal dan membentuk komisi etik. Pada Januari 2025, sanksi dijatuhkan kepada dosen tersebut, namun tidak dijelaskan secara terbuka. Menurut kuasa hukum korban, sanksi tidak setimpal karena pelaku masih tetap mengajar. Ironisnya, korban justru dilaporkan balik atas tuduhan pencemaran nama baik.

Penyalahgunaan Kekuasaan

Fenomena ini bukan kasus tunggal. Beberapa peristiwa lain menunjukkan pola serupa:

  • Kekerasan seksual dosen Fakultas Farmasi UGM terhadap 13 mahasiswi (2023–2024).
  • Dugaan pelecehan seksual oleh dosen Fakultas Teknologi Mineral UPN Veteran.
  • Kekerasan seksual oleh dosen Universitas Riau (2021).
  • Pelecehan seksual oleh guru besar Unsoed terhadap mahasiswinya.

UU TPKS dan Tantangan Implementasi

Dalam ranah pendidikan tinggi, UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) seharusnya berjalan beriringan dengan Permendikbudristek No. 30/2021 tentang pembentukan Satgas PPKS. Namun penerapannya masih menghadapi hambatan serius: minimnya pemahaman aparat, resistensi budaya yang menormalisasi kekerasan seksual, serta kurangnya sosialisasi mengenai relasi kuasa dan hak-hak korban.

Reformasi Sistem

  • Mendorong transparansi dalam proses hukum dan sanksi institusional.
  • Menghapus impunitas pelaku dengan perspektif korban.
  • Memberikan pendidikan rutin mengenai UU TPKS, hak penyintas, dan bahaya relasi kuasa.
  • Melibatkan lembaga independen seperti Komnas Perempuan dalam pengawasan.
  • Membuat mekanisme pelaporan yang aman dan korban-sentris.
  • Sinergi Satgas PPKS dengan aparat penegak hukum untuk memastikan kasus diproses sesuai UU TPKS.

Sikap Mahasiswa

Mahasiswa berperan penting sebagai motor penggerak advokasi di kampus. Dari aksi solidaritas hingga tekanan terhadap institusi, mereka membantu membuka ruang bagi korban untuk bersuara dan melawan budaya diam.

Diam Bukan Solusi

Kami menolak keras segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang melahirkan kekerasan seksual. Tanggung jawab penuh ada pada kampus untuk menegakkan keadilan, bukan menutup-nutupi dengan dalih menjaga nama baik institusi.

"Institusi yang sehat adalah yang berani mengusut kasus kekerasan secara transparan dan berpihak pada korban."


Artikel ini ditujukan sebagai edukasi publik dan penguatan perspektif korban dalam penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan akademik.

Posting Komentar untuk "Bedah Kasus Kekerasan Seksual Dosen UIN Saifuddin Zuhri (Saizu) Puwokerto"